Selasa, 09 Juni 2020

Mencari Makna di Lauterbrunnen, Grindelwald, dan Brienz



Swiss merupakan negara "mahal" untuk berekreasi. Harga hotel, transportasi, makanan, sampai souvenir, harga hampir 2x beberapa negara Eropa yang lain. Sekalinya demikian, di Swiss kita tak perlu keluarkan banyak ongkos tambahan untuk masuk tempat wisata atau pertunjukan.

Biasanya pelancong yang bertandang ke Swiss tidak untuk arah menelusuri waktu dulu pada musim atau meningkatkan adrenalin di taman selingan, tapi nikmati pertunjukan yang disuguhi oleh alam. Semua tentu saja gratis, hingga cukup bayar ongkos transportasi saja. Karena itu Swiss Pass jadi penting, sebab membuat kita bebas bertandang ke mana saja di negeri ini dengan ongkos yang relatif irit, termasuk juga potongan 50% ongkos gondola ke Mt. Titlis.

Pagi itu pada musim semi mendekati musim dingin. Siang benar-benar sesaat ada. Sampai jam 8 pagi matahari belum menyemburatkan senyumnya, sedang jam 4 sore telah ke arah peraduannya.

Angin dingin berasa tembus jaket tebal waktu berjalan ke arah stasiun trem. Daun-daun yang basah terkena rinai tadi malam, membuat badan makin terselimuti kedinginan.

Tidak lama menanti, trem bawa kami ke Bern Bahnhof. Walaupun udara benar-benar dingin, rupanya kesibukan di stasiun berjalan normal. Orang yang berlalu-lalang benar-benar ramai, serta beberapa petugas juga terlihat sudah mengawali harinya. Memang manusia tidak dapat menantang alam, seperti rasa dingin yang benar-benar ini, tapi manusia dapat menyesuaikan serta hidup bersama-sama semua yang disiapkan alam.

Sesudah nikmati perjalanan seputar 45 menit memakai kereta, kami juga datang di stasiun Interlaken. Memang tidak terlalu berlebih jika disebutkan jika semua tempat di Swiss ialah tujuan wisata.

Barusan keluar dari stasiun, kita akan menjumpai pemandangan yang benar-benar indah. Bangunan dengan background gunung yang mencirikan Swiss telah lebih dari pada cukup untuk bikin kita terkesima, serta menggerakkan kita untuk berpose dengannya.

Dari Interlaken, kami memakai bus ke arah Lauterbrunnen. Beberapa kata tidak akan cukup untuk menggambarkan keelokan yang didapati diperjalanan dari Interlaken ke Lauterbrunnen.

Gestur beberapa kata tidak dapat mencerminkan dengan cara utuh, keelokan jalan yang berkelok disamping tebing yang puncaknya seolah memandangi kita, serta pohon-pohon di kanan serta kiri, yang seolah menyongsong kita penuh keramahan.

Di Lauterbrunnen kita cuma memerlukan satu gelas coklat hangat, lalu cari tempat duduk yang nyaman. Tujukan pandangan pada tebing yang puncaknya disentuh lembut oleh awan. Sebegitu anggun ia berdiri, tapi tidak ada kesan-kesan kesombongan. Ia demikian berteman, serta tampilkan semua yang dipunyainya untuk bikin kita suka.

Sangat banyak narasi yang disalurkannya dalam diri tiap kita, hingga tiap kita tangkap arti yang lain. Lumayan lama kami berdua terlibat perbincangan dalam tempat tinggal yang dalam. Sayang, udara dingin mustahil digoda lagi. Kami harus berpisah dengan rasa yang terus terikut sampai sekarang.

Perlahan-lahan kereta bergerak bawa kami ke Grindelwald. Rasa dingin tidak lagi memimpin badan, karena kehangatan sudah mendekap kami.

Tahapan Memilih Situs Bola Online Terpercaya

Perjalanan ke kota kecil dibagian pegunungan Alpen ini penuh dengan kerupawanan alam. Kembali lagi berasa jika beberapa kata ini tidak cukup untuk menggambarkan sungai-sungai jernih yang mengalir dibalik ranting-ranting pohon, beberapa rumah masyarakat yang berdiri di bentangan hijau di kaki gunung, dan liukan jalan mobil yang berkejar-kejaran dengan rel kereta.

Buat beberapa pelancong, sesampai di Grindelwald akan ke arah Grindelwald First untuk nikmati landscape alam dari ketinggian. Tapi, nikmati keasrian dari dekat stasiun, ditemani satu cangkir kopi hangat, sudah lebih dari pada cukup.

Entahlah telah berapakah puisi yang sudah terbentuk oleh gunung biru yang bergurat putihnya salju ini, serta entahlah sudah berapakah juga narasi yang tercatat oleh liukan sungai antara bentangan hijau yang luas.

Senda canda dengan alam harus usai kembali lagi, sebab masih ada tempat yang perlu kami datangi, yakni Brienz. Panorama di Brienz sedikit tidak sama dibandingkan Lauterbrunnen atau Grindelwald.

Disana kami bukan hanya diberikan pertunjukan oleh gunung yang puncaknya tertutupi salju, dan juga pertunjukan danau yang menari indah di kakinya. Danau terlihat demikian tenang, seolah memperlihatkan kematangan pengalamannya hadapi semua insiden di bumi.

Dengan warna biru kehijauan, ia menyebarkan rasa damai serta damai dalam jiwa, yang dengan demikian ramah memeluk unggas yang main-main serta berenang di badannya. Di sini juga kita perlu satu gelas teh hangat, lalu duduk di bangku yang ada di pinggir danau sekalian melihat alam persembahkan atraksinya pada kita.

Begitu ramahnya alam pada kita. Waktu kita menatapnya, ia langsung pancarkan senyum yang penuh arti. Tanpa ada perlu diharap, ia akan menyediakan kecantikan, kelembutan, serta cintanya, yang tertransfer ke kita untuk arti yang bisa menguatkan jiwa. Alam belum pernah memilih-milih siapa yang perlu dilayaninya. Buat alam, semua manusia memiliki posisi serta posisi yang sama.
Begitu bersahabatnya alam dengan kita. Waktu kita menegur, ia akan langsung merangkulmu. Bercerita dianya dengan jujur tanpa ada rahasia. Sarannya akan menyembuhkan cedera, petuahnya akan isi kehampaan, pengalamannya akan membuat bertambah pengetahuan, serta kebijaksanaannya akan memberikan pencerahan.

Kemungkinan banyak antara kita yang cuma pahami satu perjalanan, dengan beberapa penamaan seperti wisata, lawatan, atau traveling, untuk satu pekerjaan untuk melihat-lihat alam, landmark, serta tempat bersejarah, atau langkah bersenang-senang penuh tawa gurau sekalian berfoto-foto.

Serta perjalanan dibuat fasilitas sebatas tingkatkan posisi, dengan menghambur-hamburkan uang. Mengakibatkan beberapa orang yang melihat miring pekerjaan wisata. Walau sebenarnya, dengan cara sadar serta tidak sadar, ke mana saja kaki pelancong mengambil langkah, sebenarnya mereka sedang belajar.

Pengalaman ialah guru paling baik, serta berekreasi ialah pengalaman. Permasalahannya, berapa banyak kita dapat menghisap pelajaran yang didapatkan waktu berekreasi, dan menerapkan dalam kehidupan setiap hari?

Semakin jauh, wisata sebenarnya ialah penelusuran arti serta nilai-nilai. Saat kita bertandang ke Colleseum di Roma, sebenarnya kita bukan sebatas nikmati bangunan kuno peninggalan kerajaan romawi, tetapi bangunan tempat dimana manusia diperlakukan seperti binatang oleh manusia yang berkuasa.

Saat memandang Tembok Berlin, kita tidak sebatas memandang robohan tembok yang sempat batasi Jerman Barat serta Jerman Timur, tetapi persaudaraan manusia tidak bisa dibatasi oleh kekejaman.

Begitupun Lauterbrunnen, Grindelwald serta Brienz, bukan sebatas panorama indah, tetapi begitu alam belum pernah pamrih layani manusia.

Oleh karenanya, supaya alam terus layani kita, diperlukan kebijaksanaan manusia untuk melestarikannya. Keramahan manusia pada alam akan kembali ke manusia sendiri dengan nilai yang tidak bisa dihitung dengan uang